FATWA DSN MUI Nomor 99/DSN-MUI/XII/2015 Tentang Anuitas Syariah Untuk Program Pensiun


FATWA
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor 99/DSN-MUI/XII/2015
Tentang
Anuitas Syariah Untuk Program Pensiun

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ


Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), setelah
Menimbang
:
  1. bahwa dalam rangka mempersiapkan kesinambungan penghasilan seseorang pada saat masa purna bakti, pengelolaan dana untuk pembayaran pensiun tidak dikelola lagi oleh Dana Pensiun melainkan wajib dilakukan melalui program anuitas yang sampai saat ini belum dilaksanakan sesuai dengan prinsip syariah;
  2. bahwa untuk memberikan arah, pedoman, dan kepastian hukum dalam pelaksanaan program anuitas, diperlukan pengaturan penyelenggaraan program anuitas syariah untuk program pensiun;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a dan b, DSN-MUI memandang perlu untuk menetapkan fatwa tentang Anuitas Syariah untuk Program Pensiun;
Mengingat
:
  1. Firman Allah SWT:
    1. QS. al-Ma`idah [5]: 2:
... وَتَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْبِرِّ وَٱلتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْإِثْمِ وَٱلْعُدْوَٰنِ ۚ ...
"... Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan ..."
    1. QS. al-Hasyr [59]: 18:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌۭ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۢ ۖ ...
    1. QS. Luqman [31]: 34:
إِنَّ ٱللَّهَ عِندَهُۥ عِلْمُ ٱلسَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ ٱلْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِى ٱلْأَرْحَامِ ۖ وَمَا تَدْرِى نَفْسٌۭ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًۭا ۖ وَمَا تَدْرِى نَفْسٌۢ بِأَىِّ أَرْضٍۢ تَمُوتُ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌۢ
"Sesungguhnya Allah, hanya di sisi-Nya sajalah ilmu tentang hari Kiamat; dan Dia yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tidak ada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya besok. Dan tidak ada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sungguh, Allah Maha Mengetahui dan Maha Mengenal."
    1. QS. al-Nisa' [4] : 29:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً عَن تَرَاضٍۢ مِّنكُمْ ۚ ...
"Hai orang yang beriman! Janganlah kalian memakan (mengambil) harta orang lain secara batil, kecuali jika berupa perdagangan yang dilandasi atas sukarela di antara kalian ..."
    1. QS. al-Baqarah [2]: 275:
ٱلَّذِينَ يَأْكُلُونَ ٱلرِّبَوٰا۟ لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ ٱلَّذِى يَتَخَبَّطُهُ ٱلشَّيْطَٰنُ مِنَ ٱلْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوٓا۟ إِنَّمَا ٱلْبَيْعُ مِثْلُ ٱلرِّبَوٰا۟ ۗ وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلْبَيْعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰا۟ ۚ فَمَن جَآءَهُۥ مَوْعِظَةٌۭ مِّن رَّبِّهِۦ فَٱنتَهَىٰ فَلَهُۥ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُۥٓ إِلَى ٱللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُو۟لَٰٓئِكَ أَصْحَٰبُ ٱلنَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَٰلِدُونَ
"Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya."
    1. QS. Ali 'Imran [3]: 130:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوا۟ ٱلرِّبَوٰٓا۟ أَضْعَٰفًۭا مُّضَٰعَفَةًۭ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Hai orang yang beriman, janganlah kalian memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kalian kepada Allah supaya kalian mendapat keberuntungan."
    1. QS. al-Ma`idah [5]: 1:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَوْفُوا۟ بِٱلْعُقُودِ ۚ ...
"Hai orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu ..."
    1. QS. al-Nisa' [4]: 58:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا اْلأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا ...
"Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya ..."
  1. Hadis Nabi s.a.w.:
    1. Hadis Nabi s.a.w. riwayat Muslim dari Abu Hurairah r.a.:
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ ، يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا، سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ، مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ.
"Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat; siapa saja yang memberikan kemudahan terhadap orang yang sedang kesulitan, Allah akan memberinya kemudahan di dunia dan akhirat; barang siapa menutup aib muslim yang lain, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat; dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya."
    1. Hadis Nabi s.a.w. riwayat Muslim dari Nu'man bin Basyir r.a.:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى.
"Perumpamaan orang beriman dalam kasih sayang mereka, saling mengasihi dan saling mencintai bagaikan satu tubuh; jikalau satu bagian menderita sakit, maka bagian lain akan turut merasakan susah tidur dan demam."
    1. Hadis Nabi s.a.w. riwayat Muslim dari Abu Musa al-Asy'ari r.a.:
الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِن كَالْبُنْيَان يَشُدُّ بَعْضُه بَعْضًا.
"Seorang mukmin dengan mukmin yang lain ibarat sebuah bangunan, satu bagian menguatkan bagian yang lain."
    1. Hadis Nabi s.a.w. riwayat al-Tirmidzi dari kakeknya 'Amr bin 'Auf al-Muzani, dan riwayat al-Hakim dari kakeknya Katsir bin Abdillah bin amr bin 'Aun r.a.:
الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلاَّ صُلْحًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا وَالْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا.
"Shulh (penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat) dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali shulh yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat yang diberlakukan di antara mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram."
    1. Hadis Nabi s.a.w. riwayat al-Hakim dan al-Baihaqi dari Ibnu Abbas r.a.:
اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ، وَغِنَاءَكَ قَبْلَ فَقْرِكَ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
"Ambillah kesempatan dalam lima kondisi sebelum datang kondisi lainnya: mudamu sebelum tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskinmu, waktu luangmu sebelum sibukmu, dan hidupmu sebelum matimu."
    1. Hadis Nabi s.a.w. riwayat al-Bukhari, Malik, Ibn Hibban, al-Baihaqi, dan al-Nasai, semuanya dari Jabir Ibn Abdullah r.a.:
بَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْثًا قِبَلَ السَّاحِلِ فَأَمَّرَ عَلَيْهِمْ أَبَا عُبَيْدَةَ بْنَ الْجَرَّاحِ وَهُمْ ثَلَاثُ مِائَةٍ، قَالَ: وَأَنَا فِيهِمْ، قَالَ: فَخَرَجْنَا حَتَّى إِذَا كُنَّا بِبَعْضِ الطَّرِيقِ فَنِيَ الزَّادُ، فَأَمَرَ أَبُو عُبَيْدَةَ بِأَزْوَادِ ذَلِكَ الْجَيْشِ، فَجُمِعَ ذَلِكَ كُلُّهُ، فَكَانَ مِزْوَدَيْ تَمْرٍ. قَالَ: فَكَانَ يُقَوِّتُنَاهُ كُلَّ يَوْمٍ قَلِيلاً قَلِيلاً حَتَّى فَنِيَ وَلَمْ تُصِبْنَا إِلَّا تَمْرَةٌ تَمْرَةٌ، فَقُلْتُ: وَمَا تُغْنِي تَمْرَةٌ، فَقَالَ: لَقَدْ وَجَدْنَا فَقْدَهَا حَيْثُ فَنِيَتْ، قَالَ: ثُمَّ انْتَهَيْنَا إِلَى الْبَحْرِ فَإِذَا حُوتٌ مِثْلُ الظَّرِبِ فَأَكَلَ مِنْهُ ذَلِكَ الْجَيْشُ ثَمَانِيَ عَشْرَةَ لَيْلَةً، ثُمَّ أَمَرَ أَبُو عُبَيْدَةَ بِضِلْعَيْنِ مِنْ أَضْلَاعِهِ فَنُصِبَا ثُمَّ أَمَرَ بِرَاحِلَةٍ فَرُحِلَتْ ثُمَّ مَرَّتْ تَحْتَهُمَا وَلَمْ تُصِبْهُمَا.
"Rasulullah s.a.w. pernah mengirim pasukan menuju tepi laut. Rasulullah s.a.w. menunjuka Abu 'Ubaydah bin al-Jarrah sebagai pemimpin pasukan yang jumlahnya 300 orang. Jabir berkata, "Aku termasuk di antara mereka". Lalu Jabir melanjutkan, "Kami pun berangkat hingga ketika telah sampai di sebagian perjalanan, stok makanan menipis. Abu 'Ubaydah memerintahkan agar seluruh stok makanan (zaad) pasukan dikumpulkan semua. Hasilnya (setelah dikumpulkan) mencapai 2 (dua) wadah besar kurma. Abu 'Ubaydah memberi makan kami dengan kurma-kurma itu setiap hari, sedikit demi sedikit hingga nyaris habis dan (hingga) kami hanya mendapatkan masing-masing satu buah kurma (untuk satu hari satu malam). Aku (Wahb bin Kaysaan) bertanya (kepada Jabir), "Bagaimana satu buah kurma dapat mencukupi?". Jabir berkata, "Kami mendapati ketiadaan kurma amat berpengaruh saat habis". Jabir melanjutkan, "Kemudian kami tiba di laut. Tiba-tiba seekor ikan seperti gunung kecil (terdampar). Para pasukan memakannya selama 18 (delapan belas) malam. Kemudian Abu 'Ubaydah memerintahkan (untuk mengambil) 2 buah tulang rusuknya dan ditegakkan. Lalu ia memerintahkan agar seekor unta dijalankan di bawah kedua tulang rusuk (yang ditegakkan tersebut) dan (ternyata) tubuh unta tidak mengenainya."
    1. Hadis Nabi s.a.w. riwayat al-Bukhari dari Salamah r.a.:
خَفَّتْ أَزْوَادُ الْقَوْمِ وَأَمْلَقُوا، فَأَتَوا النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - فِى نَحْرِ إِبِلِهِمْ فَأَذِنَ لَهُمْ، فَلَقِيَهُمْ عُمَرُ فَأَخْبَرُوهُ، فَقَالَ: مَا بَقَاؤُكُمْ بَعْدَ إِبِلِكُمْ، فَدَخَلَ عَلَى النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا بَقَاؤُهُمْ بَعْدَ إِبِلِهِمْ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : نَادِ فِى النَّاسِ فَيَأْتُونَ بِفَضْلِ أَزْوَادِهِمْ. فَبُسِطَ لِذَلِكَ نِطَعٌ، وَجَعَلُوهُ عَلَى النِّطَعِ. فَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَدَعَا وَبَرَّكَ عَلَيْهِ ثُمَّ دَعَاهُمْ بِأَوْعِيَتِهِمْ فَاحْتَثَى النَّاسُ حَتَّى فَرَغُوا، ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنِّى رَسُولُ اللَّهِ .
"Bekal makanan suatu kaum nyaris habis sementara mereka amat membutuhkan. Mereka mendatangi Nabi s.a.w untuk (meminta izin) menyembelih unta mereka. Lalu Nabi s.a.w mengizinkan mereka (menyembelihnya). Umar r.a. bertemu mereka. Mereka memberitahu Umar tentang (kondisi) mereka. Umar bertanya, "Lalu apa yang tersisa setelah unta kalian (disembelih)?" Umar (segera) menemui Nabi s.a.w dan berkata, "Wahai Rasulullah. Apa sisa mereka setelah unta mereka (disembelih)?". Rasulullah bersabda, "Panggil mereka!" Mereka pun datang dengan membawa kelebihan bekal mereka. Sebuah tikar/alas tebal dari kulit (nitha') digelar dan mereka meletakkan sisa bekal mereka di atasnya. Lalu Rasulullah s.a.w berdiri, berdoa dan memberkatinya. Kemudian beliau memanggil mereka untuk membawa wadah-wadah mereka. Orang-orang meraupnya dengan kedua telapak tangan mereka hingga mereka memenuhi (wadah-wadah mereka). Rasulullah s.a.w bersabda, "Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa aku adalah utusan Allah."
    1. Hadis Nabi s.a..w. riwayat Muslim dari Abi Hurairah r.a.:
لَمَّا كَانَ غَزْوَةُ تَبُوكَ أَصَابَ النَّاسَ مَجَاعَةٌ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ : لَوْ أَذِنْتَ لَنَا فَنَحَرْنَا نَوَاضِحَنَا فَأَكَلْنَا وَادَّهَنَّا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : افْعَلُوا. قَالَ فَجَاءَ عُمَرُ فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ فَعَلْتَ قَلَّ الظَّهْرُ وَلَكِنِ ادْعُهُمْ بِفَضْلِ أَزْوَادِهِمْ ثُمَّ ادْعُ اللَّهَ لَهُمْ عَلَيْهَا بِالْبَرَكَةِ لَعَلَّ اللهَ أَنْ يَجْعَلَ فِى ذَلِكَ.
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: نَعَمْ. قَالَ فَدَعَا بِنِطَعٍ فَبَسَطَهُ ثُمَّ دَعَا بِفَضْلِ أَزْوَادِهِمْ - قَالَ - فَجَعَلَ الرَّجُلُ يَجِىءُ بِكَفِّ ذُرَةٍ - قَالَ - وَيَجِىءُ الآخَرُ بَكَفِّ تَمْرٍ - قَالَ - وَيَجِىءُ الآخَرُ بِكِسْرَةٍ حَتَّى اجْتَمَعَ عَلَى النِّطَعِ مِنْ ذَلِكَ شَىْءٌ يَسِيرٌ - قَالَ - فَدَعَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَلَيْهِ بِالْبَرَكَةِ ثُمَّ قَالَ : خُذُوا فِى أَوْعِيَتِكُمْ. قَالَ فَأَخَذُوا فِى أَوْعِيَتِهِمْ حَتَّى مَا تَرَكُوا فِى الْعَسْكَرِ وِعَاءً إِلاَّ مَلأُوهُ - قَالَ - فَأَكَلُوا حَتَّى شَبِعُوا وَفَضِلَتْ فَضْلَةٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنِّى رَسُولُ اللَّهِ لاَ يَلْقَى اللَّهَ بِهِمَا عَبْدٌ غَيْرَ شَاكٍّ فَيُحْجَبَ عَنِ الْجَنَّةِ.
"Saat perang Tabuk, para sahabat mengalami kelaparan berat. Mereka berkata, "Wahai Rasulullah! Kalau saja engkau mengizinkan kami menyembelih unta-unta kami, sehingga kami dapat memakannya dan kami dapat mengambil minyak dari lemaknya." Rasulullah s.a.w. menjawab, "Lakukanlah!" Lalu Umar r.a. datang dan berkata, "Wahai Rasulullah! Jika engkau lakukan itu (mengizinkan mereka menyembelih unta) maka hewan tunggangan menjadi sedikit. Tetapi (sebaiknya) engkau memerintahkan mereka untuk mengumpulkan sisa bekal mereka, lalu berdoalah kepada Allah (memohon) keberkahan atas sisa bekal tersebut, agar Allah memberikan (keberkahan itu) padanya." Rasulullah s.a.w. menjawab, "Baik."
Perawi berkata, selanjutnya Rasulullah s.a.w. meminta tikar/alas (yang terbuat dari kulit) dan menggelarnya. Beliau s.a.w. meminta mereka mengumpulkan sisa bekal mereka. Seseorang datang dengan segenggam gandum. Yang lain datang dengan membawa segenggam kurma. Yang lain lagi datang dengan membawa sepotong roti, sehingga dalam tikar kulit itu terkumpul makanan yang (jumlahnya) sedikit. Rasulullah s.a.w. berdoa memohon keberkahan untuk makanan yang terkumpul. Kemudian beliau s.a.w. bersabda, "Ambillah (makanan ini) ke dalam wadah-wadah kalian." Mereka pun mengambil dan memasukkanya ke wadah-wadah mereka hingga tidak membiarkan satu wadah pun dalam barak kecuali mereka penuhi dengan makanan tersebut. Mereka makan hingga kenyang dan masih tersisa. Rasulullah s.a.w. bersabda, "Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan bahwa sesungguhnya aku adalah utusan Allah. Tidak ada seorang hamba yang tidak ragu (dalam keimanannya) yang berjumpa dengan Allah dengan membawa dua pengakuan tersebut lalu ia dihalangi masuk surga."
    1. Hadis Nabi s.a.w. riwayat Muslim dari Abi Musa al-Asy'ariy r.a.:
إِنَّ الْأَشْعَرِيِّينَ إِذَا أَرْمَلُوا فِي الْغَزْوِ أَوْ قَلَّ طَعَامُ عِيَالِهِمْ بِالْمَدِينَةِ جَمَعُوا مَا كَانَ عِنْدَهُمْ فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ ثُمَّ اقْتَسَمُوهُ بَيْنَهُمْ فِي إِنَاءٍ وَاحِدٍ بِالسَّوِيَّةِ فَهُمْ مِنِّي وَأَنَا مِنْهُمْ.
"Saat komunitas Asy'ariyyin kehabisan (makanan) dalam peperangan atau bekal keluarga mereka berkurang saat di Madinah, mereka mengumpulkan apa saja yang masih ada pada mereka dalam satu kain. Kemudian mereka membagi-bagikannya di antara mereka dalam (takaran) satu wadah secara merata. Mereka adalah bagian dari aku dan aku adalah bagian dari mereka."
    1. Atsar Sahabat :
مَرَّ عُمَرُ ابْنُ الخَطَّابِ رضي الله عنه بِبَابِ قَوْمٍ وَعَلَيْهِ سَائِلٌ يَسْأَل، شَيْخٌ كَبِيْرٌ ضَرِيْرُ الْبَصَرِ، فَضَرَبَ عَضُدَهُ مِنْ خَلْفِهِ، وَقَالَ : مِنْ أَيِّ أَهْلِ الكِتَابِ أَنْتَ؟ قَالَ : يَهُوْدِيٌّ، قَالَ : فَمَا أَلْجَأَكَ إِلَى مَا أَرَى؟ قَالَ : أَسْأَلُ الْجِزْيَةَ وَالْحَاجَةَ وَالسِّنَّ، قَالَ : فَأَخَذَ عُمَرُ بِيَدِهِ وَذَهَبَ بِه ِإِلىَ مَنْزِلِهِ، فَرَضَخَ لَهُ بِشَيْئٍ مِنَ الْمَنْزِلِ، ثُمَّ أَرْسَلَ إِلَى خَازِنِ بَيْتِ الْمَالِ. فَقَالَ : انْظُرْ هَذَا وَضُرَبَائَهُ فَوَاللهِ مَا أَنْصَفْنَاهُ أَكَلْنَا شَبِيّبَتَهُ ثُمَّ نَخْذُلُهُ عِنْدَ الْهَرَمِ، (إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِيْنِ) وَالْفُقَرَاءُ هُمُ الْمُسْلِمُوْنَ وَهَذَا مِنَ الْمَسَاكِيْن مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَوَضَعَ عَنْهُ الْجِزْيَةَ وَعَنْ ضُرَبَائِهِ.
  1. Kaidah fikih:
    1. الأصْلُ فِى الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ دَلِيْلٌ عَلَى تَحْرِيْمِهَا
"Pada dasarnya, segala sesuatu dalam muamalah boleh dilakukan, kecuali ada dalil yang mengharamkannya."
    1. الضَّرَرُ يُزَالُ.
"Segala madharat (bahaya) harus dihilangkan." (As-Suyuthi, Al-Asybah wan Nadzair, 60)
    1. الضَّرَرُ يُدْفَعُ بِقَدْرِ اْلإِمْكَانِ.
"Segala madharat (bahaya) harus dihindarkan sedapat mungkin." (As-Suyuthi, Al-Asybah wan Nadzair, 62)
    1. تَصَرُّفُ اْلإِمَامِ عَلَى الرَعِيَّةِ مَنُوْطٌ بِالْمَصْلَحَةِ.
Kebijakan pemimpin terhadap rakyat harus mempertimbangkan mashlahat.
Memperhatikan
:
  1. Standar Syar'i (AAOIFI) No. 31; 4-1:
أَنْ يَكُوْنَ الغَرَرُ فِي عَقْدِ مُعَاوَضَةٍ مَالِيَةٍ أَوْ مَا بِمَعْنَاهَا مِثْلُ البَيْعِ وَالإِجَارَةِ وَالشِّرْكَةِ فَلَا يُؤَثِّرُ الغَرَرُ فِي عُقُودِ التَّبَرُّعَاتِ وَلَوْ كَانَ كَثِيْرًا مِثْلُ الهِبَةِ وَالوَصِيَّةِ
"Gharar (yang merusak legalitas akad) adalah gharar yang terdapat dalam kontrak pertukaran (mu'awadhat) dan yang dipersamakan dengan itu antara lain berupa akad jual-beli, ijarah, dan syirkah. Sebaliknya, gharar tidak merusak legalitas akad tabarru' meski dominan, antara lain akad hibah dan wasiat."
  1. Keterangan Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam kitab Ahkam Ahli al-Dzimmah, yang mengutip surat Umar bin Abdul Aziz kepada 'Uday bin Arthah, amil yang ada di Bashrah:
أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ اللّهَ سُبْحَانَهُ إِنَّمَا أَنْ تُؤْخَذَ الجِزْيَةُ مِمَّنْ رَغِبَ عَنِ الإِسْلَامِ وَاخْتَارَ الكُفْرَ عَتيًا وَخُسْرَانًا مُبِيْنًا، فَضَعْ الجِزْيَةَ عَلَى مَنْ أَطَاقَ حَمْلَهَا وَخَلِّ بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ عِمَارَة الأَرْضِ، فَإِنَّ فِي ذَلِكَ صَلَاحًا لِمَعَاشِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَقُوَّةً عَلَى عَدُوِّهِمْ، ثُمَّ انْظُر مِن قَبلِك مِن أَهْل الذِّمَة مَنْ كَبُرَتْ سِنُّهُ وَضَعُفَتْ قُوَّتُهُ وَولَّتْ عَنْهُ الْمَكَاسِبُ فَأَجْرِ عَلَيْهِ مِنْ بَيْتِ مَالِ الْمُسْلِمِيْنَ مَا يُصْلِحُهُ، فَلَوْ أَنَّ رَجُلًا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ كَانَ لَهُ مَمْلُوْكٌ كَبُرَتْ سِنُّهُ وَضَعُفَتْ قُوَّتُهُ وَوَلَّتْ عَنْهُ الْمَكَاسِبُ كَانَ مِنَ الْحَقِّ عَلَيْهِ أَنْ يَقُوْتَهُ حَتَّى يُفَرِّقَ بَيْنَهُمَا مَوْتٌ أَوْ عِتْقٌ ؟ وَذَلِكَ أَنَّهُ بَلَغَنِي أَنَّ أَمِيْرَ الْمُؤْمِنِيْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ مَرَّ بِشَيْخٍ مِنْ أَهْلِ الذِّمَّةِ يَسْأَلُ عَلَى أَبْوَابِ النَّاسِ، فَقَالَ : مَا أَنْصَفْنَاكَ أَنْ كُنَّا أَخَذْنَا مِنْكَ الجِزْيَةَ فِي شَبِيْبَتِكَ ثُمَّ ضَيَّعْنَاكَ فِي كِبَرِكَ، قَالَ : ثُمَّ أَجْرَى عَلَيْهِ مِنْ بَيْتِ الْمَالِ مَا يُصْلِحُهُ .
"Amma Ba'du: Sesungguhnya Allah yang Maha Suci (menetapkan ketentuan) memungut pajak dari orang yang tidak suka masuk Islam dan (tetap) memilih jadi kafir, (bagi mereka tercela dan kerugian yang nyata), maka tetapkanlah pajak bagi mereka yang mampu menanggungnya, dan biarkan mereka mereka bebas, karena yang demikian ada kebaikan bagi umat Islam dan kekuatan bagi musuh mereka. Kemudian lihatlah ahli dzimmah yang sudah tua dan lemah serta tidak mampu bekerja, maka cukupilah biaya yang dibutuhkannya dari baitul mal. Maka seaindainya seorang muslim mempunyai budak yang sudah tua, lemah dan tidak kuat bekerja maka wajib baginya untuk merawatnya hingga maut memisahkan antara mereka atau budak tersebut telah merdeka? Hal itu karena sampai kepadaku cerita bahwa Amiral Mukminin Umar r.a. bertemu seorang ahli dzimmah tua yang meminta-minta di pintu-pintu rumah, kemudian beliau berkata: kami tidak adil jika memungut pajak darimu sewaktu kamu kuat kemudian menyia-nyiakanmu ketika kamu tua, kemudian beliau berkata: maka cukupilah biaya yang dibutuhkannya dari baitul mal."
  1. Pendapat Ibn Qudamah dalam kitab al-Mughni(Kairo, Dar al-Hadis. 2004), vol. VI, hlm 468:
وَيَجُوْزُ التَّوْكِيْلُ بِجُعْلٍ وَغَيْرِ جُعْلٍ، فَإِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَألِهِ وَسَلَّمَ وَكَّلَ أُنَيْسًا فِيْ إِقَامَةِ الْحَدِّ، وَعُرْوَةَ فِيْ شِرَاءِ شَاةٍ، وَأبَا رَافِعٍ فِيْ قَبُوْل النِّكَاحِ بِغَيْرِ جُعْلٍ؛ وَكَانَ يَبْعَثُ عُمَّالَهُ لِقَبْضِ الصَّدَقَاتِ وَيَجْعَلُ لَهُ عُمولَةً
"Akad taukil (wakalah) boleh dilakukan baik dengan imbalanmaupun tanpa imbalan. Hal itu karena Nabi s.a.w. pernah mewakilkan kepada Unais untuk melaksanakan hukuman, kepada Urwah untuk membeli kambing, kepada Abu Rafi dalam menerima pernikahan, dan beliau mengutus pegawai-pegawainya untuk menerima sedekah (zakat) serta menjadikannya sebagai amil yang mendapat imbalan."
  1. Pendapat al-Jashshash dalam kitab Ahkam al-Qur`an, al-Jashash, 1/402, menjelaskan:
وَقَوْلُهُ: (وَإِنْ تُخَالِطُوهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ) قَدْ دَلَّ عَلَى مَا ذَكَرْنَا مِنْ جَوَازِ الْمُشَارَكَةِ، وَالْخُلْطَةِ، عَلَى أَنَّهُ يَسْتَحِقُّ الثَّوَابُ بِمَا يَتَحَرَّى فِيهِ الْإِصْلَاحَ مِنْ ذَلِكَ؛ لِأَنَّ قَوْلَهُ : (فَإِخْوَانُكُمْ) قَدْ دَلَّ عَلَى ذَلِكَ؛ إذْ هُوَ مَنْدُوبٌ إلَى مَعُونَةِ أَخِيهِ وَتَحَرِّي مَصَالِحِهِ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: (إنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ) وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (وَاَللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا دَامَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ) فَقَدْ انْتَظَمَ قَوْلُهُ: "فَإِخْوَانُكُمْ" الدَّلَالَةَ عَلَى النَّدْبِ، وَالْإِرْشَادِ وَاسْتِحْقَاقِ الثَّوَابِ بِمَا يَلِيهِ مِنْهُ. فَإِذَا كَانَ اللَّهُ قَدْ أَبَاحَ فِي أَمْوَالِ الْأَيْتَامِ فَهُوَ فِي مَالِ الْعُقَلَاءِ الْبَالِغِينَ بِطِيبَةِ أَنْفُسِهِمْ أَجْوَزُ وَنَظِيرُهُ فِي تَجْوِيزِهِ الْمُنَاهَدَةَ.
"Firman Allah 'dan jika kalian menyatukan mereka, maka mereka adalah saudara-saudara kalian' membuktikan kepada apa yang telah saya jelaskan (sebelumnya) bahwa musyarakah ini diizinkan, (dan juga) membuktikan bahwa praktek tersebut layak diberi pahala mengingat adanya unsur ishlah (perbaikan, lawan kata dari ifsad). Pernyataan Allah 'mereka adalah saudara kalian' membuktikan hal itu, karena ia dianjurkan menolong saudaranya dan memperhatikan kepentingannya, sebagaimana Allah berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah saudara. Karena itu, damaikankanlah antara dua saudara kalian." Dan Nabi s.a.w. bersabda, "Allah berada posisi melindungi hambaNya selama hamba tersebut berada dalam posisi melindungi saudaranya." Dengan demikian, pernyataan "maka mereka adalah saudara-saudara kalian" memberikan pesan anjuran, petunjuk dan kelayakan perolehan pahala sebagai konsekuensinya." "Jika Allah membolehkan (hal tersebut) pada harta anak yatim (yang notabenenya belum baligh dan belum dewasa dalam berpikir), tentu pada harta orang yang dewasa dan sudah baligh –dengan kerelaan mereka sendiri– lebih dibolehkan. Kasus yang sama –dalam hal dibolehkan- adalah praktek munahadah."
  1. Pendapat Ibn al-'Arabi dalam Kitab Ahkam al-Qur`an, Ibnu al-'Arabi, 3/223, menjelaskan:
قَالَ عُلَمَاؤُنَا: فِي هَذِهِ الْآيَةِ دَلِيلٌ عَلَى جَوَازِ الِاجْتِمَاعِ عَلَى الطَّعَامِ الْمُشْتَرَكِ وَأَكْلِهِ عَلَى الْإِشَاعَةِ. وَلَيْسَ فِي هَذِهِ الْآيَةِ دَلِيلٌ عَلَى مَا قَالُوهُ؛ لِأَنَّهُ يَحْتَمِلُ أَنْ يَكُونَ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمْ قَدْ أَعْطَاهُ وَرِقَهُ مُفْرَدًا، فَلَا يَكُونُ فِيهِ اشْتِرَاكٌ.
"Para ulama kami mengatakan bahwa dalam ayat ini terdapat petunjuk mengenai legalisasi berkumpul pada hidangan yang dimiliki bersama dan memakannya secara acak (tanpa kadar tertentu). (Padahal) dalam ayat ini tidak ada petunjuk terhadap apa yang mereka katakan, karena terbuka kemungkinan masing-masing Ash-hab al-Kahf memberikan uangnya masing-masing (secara terpisah). Dengan begitu tidak ada kepemilikan bersama (pada makanan yang dibeli)."
الرَّابِعُ: أَنَّهَا نَزَلَتْ فِي الْمُسَافِرِينَ يَخْلِطُونَ أَزْوِدَتَهُمْ، فَلَا يَأْكُلُ حَتَّى يَأْتِيَ الْآخَرُ، فَأُبِيحَ ذَلِكَ لَهُمْ. وَهَذَا الْقَوْلُ تَضَمَّنَ جَمِيعَ ذَلِكَ، فَيَجُوزُ لِلرَّجُلِ أَنْ يَأْكُلَ مَعَ الْآخَرِ، وَلِلْجَمَاعَةِ، وَإِنْ كَانَ أَكْلُهُمْ لَا يَنْضَبِطُ، فَقَدْ يَأْكُلُ الرَّجُلُ قَلِيلًا وَالْآخَرُ كَثِيرًا، وَقَدْ يَأْكُلُ الْبَصِيرُ أَكْثَرَ مِمَّا يَأْكُلُ الْأَعْمَى، فَنَفَى اللَّهُ الْحَرَجَ عَنْ ذَلِكَ كُلِّهِ، وَأَبَاحَ لِلْجَمِيعِ الِاشْتِرَاكَ فِي الْأَكْلِ عَلَى الْمَعْهُودِ، مَا لَمْ يَكُنْ قَصْدًا إلَى الزِّيَادَةِ، عَلَى مَا رَوَى ابْنُ عُمَرَ أَنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - «نَهَى عَنْ الْقِرَانِ فِي التَّمْرِ إلَّا أَنْ يَسْتَأْذِنَ الرَّجُلُ أَخَاهُ. وَهَذَا هُوَ النِّهْدُ الَّذِي يَجْتَمِعُ عَلَيْهِ الْقَوْمُ .
"Pendapat keempat (mengatakan), ayat ini turun terkait (tradisi) para musafir yang menggabungkan sebagian stok makanan bawaan mereka, hingga bahkan sebagian dari mereka enggan makan sampai temannya yang lain datang. (Ayat ini lalu menjelaskan) bahwa mereka diizinkan untuk itu (makan bersama atau sendirian). Pendapat keempat ini mencakup kandungan pendapat-pendapat sebelumnya. (Dengan ayat ini) seseorang atau beberapa orang (jamaa'ah) dapat makan bersama yang lain bersama-sama, meski kadar makanan mereka tidak dapat dibatasi. Bisa jadi salah seorang dari mereka makan sedikit, sedangkan yang lainnya makan banyak. Bisa jadi (juga) yang melihat makan lebih banyak daripada yang buta. Allah menyatakan tidak ada masalah dengan hal itu semua. Allah membolehkan makan bersama-sama (dari satu makanan gabungan) sebagaimana tradisi yang berlaku selama tidak bertujuan (ingin mendapatkan) kelebihan. (Yang terakhir ini) didasarkan pada hadis riwayat Ibn Umar r.a. bahwa Nabi s.a.w. melarang menyatukan kurma kecuali jika orang itu sudah meminta izin kepada saudaranya. (Makanan milik bersama) ini adalah hidangan bersama yang dikerubungi oleh mereka (untuk dimakan bersama)."(Ahkam al-Qur'an, Ibnu al-Arabi, 3/426)
  1. Fatwa DSN-MUI No: 88/DSN-MUI/XI/2013 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Program dana Pensiun Berdasarkan Prinsip Syariah;
  2. Fatwa DSN-MUI No: 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Wakalah bil Ujrah pada Asuransi dan Reasuransi Syariah;
  3. Fatwa DSN-MUI No: 81/DSN-MUI/III/2011 tentang Pengembalian Dana Tabarru' Bagi Peserta Asuransi yang Berhenti Sebelum Masa Perjanjian Berakhir;
  4. Hasil kajian yang dilakukan Tim DSN-MUI tentang Penerapan Akad untuk Anuitas Syariah pada Program Anuitas pada 4 – 6 Juni 2014 di Bogor;
  5. Rapat Pleno DSN-MUI pada hari selasa tanggal 10 Rabi' al-Awwal 1437 M/ 22 Desember 2015 M.
MEMUTUSKAN
Menetapkan
:
ANUITAS SYARIAH UNTUK PROGRAM PENSIUN
Pertama
:
  1. Anuitas adalah serangkaian pembayaran berkala yang besarnya ditentukan sebelumnya selama hidup Anuitan atau dalam waktu tertentu yang dilakukan oleh Pengelola kepada Anuitan;
  2. Anuitas Syariah adalah Anuitas yang diselenggarakan berdasarkan Prinsip Syariah;
  3. Anuitan adalah orang yang memenuhi syarat untuk menerima Manfaat Anuitas berdasarkan Perjanjian Anuitas Syariah;
  4. Manfaat Anuitas adalah sejumlah dana yang telah ditentukan sebagai pembayaran kepada Anuitan;
  5. Peserta-Individu adalah setiap orang yang mengikatkan diri dalam Perjanjian Anuitas Syariah yang dikelola oleh Pengelola dengan cara membayarkan Kontribusi Tanahud untuk  tolong menolong sesama Peserta-Individu;
  6. Peserta-Kolektif adalah kumpulan Peserta-Individu yang memiliki dana Hibah Tanahud yang penerimaan dan pengelolaannya diwakili oleh Pengelola;
  7. Pengelola adalah Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah atau Unit Syariah yang mengadakan, menyelenggarakan, dan mengelola Anuitas Syariah;
  8. Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah adalah perusahaan asuransi jiwa yang seluruh kegiatan usahanya diselenggarakan berdasarkan Prinsip Syariah;
  9. Unit Syariah adalah unit kerja di Kantor Pusat Perusahaan Asuransi Jiwa yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang dan/atau kantor pemasaran yang menjalankan usahanya sesuai dengan  Prinsip Syariah;
  10. Dana Pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan Manfaat Pensiun;
  11. Dana Pensiun Syariah adalah Dana Pensiun yang menyelenggarakan program pensiun berdasarkan Prinsip Syariah;
  12. Kontribusi adalah sejumlah uang yang dibayarkan oleh Peserta-Individu secara langsung atau melalui Dana Pensiun kepada Pengelola berdasarkan Perjanjian Anuitas Syariah untuk memperoleh Manfaat Anuitas;
  13. Perjanjian Anuitas Syariah adalah Polis Anuitas Syariah yang mencakup akad berikut dokumen dan/atau perubahannya yang memuat hak dan kewajiban Peserta-Individu, Peserta-Kolektif, dan Pengelola;
  14. Akad Hibah Tanahud adalah akad hibah sejumlah dana dari Peserta-Individu kepada Peserta-Kolektif untuk membentuk Dana Tanahud;
  15. Dana Tanahud adalah kumpulan dana hibah milik Peserta-Kolektif;
  16. Kontribusi Tanahud adalah bagian Kontribusi yang dihibahkan oleh Peserta-Individu kepada Dana Tanahud;
  17. Nilai Anuitas adalah sejumlah uang yang telah ditentukan sebagai pembayaran Manfaat Anuitas kepada Anuitan;
  18. Akad Wakalah adalah akad antara Peserta-Kolektif sebagai muwakkil dengan Pengelola sebagai wakil untuk melakukan perbuatan yang dikuasakan; 
  19. Akad Wakalah bil Ujrah adalah Akad Wakalah dengan imbalan upah (ujrah);
  20. Akad Mudharabah adalah akad kerjasama antara Peserta-Kolektif sebagai shahib al-mal dengan Pengelola sebagai mudharib untuk melakukan investasi atau pengembangan Dana-Tanahud
  21. Akad Mudharabah Musytarakah adalah akad mudharabah di mana Pengelola sebagai Mudharib turut menyertakan modalnya dalam kerjasama investasi Dana-Tanahud;
  22. Akad Qardh adalah akad pinjaman antara Pengelola dengan Peserta-Kolektif untuk menalangi kekurangan Dana-Tanahud.
Kedua
:
Ketentuan Hukum
Anuitas Syariah (al-Ratib al-Taqa`udi al-Islami) untuk Program Pensiun boleh dilakukan dengan berpedoman kepada ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Fatwa ini.
Ketiga
:
Ketentuan Akad
  1. Akad antara Peserta-Individu, baik langsung maupun melalui Dana Pensiun, dengan Peserta-Kolektif adalah Akad Hibah-Tanahud;
  2. Akad antara Peserta-Kolektif dengan Pengelola untuk pengelolaan Anuitas adalah Akad Wakalah bil Ujrah;
  3. Akad antara Peserta-Kolektif dengan Pengelola untuk pengelolaan investasi Dana Tanahud adalah Akad Wakalah bil Ujrah, Akad Mudharabah, atau Akad Mudharabah Musytarakah;  
  4. Dalam Akad Hibah Tanahudharus memuat pengaturan paling kurang:
    1. hak dan kewajiban masing-masing Peserta-Individu,  Anuitan, Peserta-Kolektif, maupun Pengelola;
    2. kondisi, cara, dan waktu pembayaran Kontribusi Tanahuddan Manfaat Anuitas; dan
    3. syarat-syarat lain yang disepakati dan sesuai dengan Prinsip Syariah.
  5. Akad Wakalah bil Ujrahdalam pengelolaan Anuitas harus memuat pengaturan hak dan kewajiban, meliputi namun tidak terbatas pada:
    1. kegiatan administrasi;
    2. pengelolaan dana;
    3. pembayaran manfaat;
    4. underwriting;
    5. pengelolaan portofolio risiko;
    6. pemasaran.
  6. Pengelolaan investasi Dana Tanahud  dapat merupakan bagian dari Akad Wakalah bil Ujrah dalam pengelolaan Anuitas Syariah;
  7. Akad antara Pengelola dengan Peserta-Kolektif dalam hal terjadi kekurangan Dana Tanahud adalah Akad Qardh.
Keempat
:
Ketentuan terkait Dana Tanahud
  1. Dana Tanahud hanya boleh berasal dari Kontribusi Tanahud, hasil investasi Dana Tanahud, Dana Qardh, dan/atau Dana Tanahud dari Reasuransi;
  2. Dana Tanahudhanya boleh digunakan untuk pembayaran:
    1. Manfaat Anuitas kepada Anuitan;
    2. Pengembalian Dana Tanahud;
    3. Reasuransi; dan/atau
    4. Pengembalian pinjaman (qardh).
  3. Pengelola wajib menginvestasikan Dana Tanahud untuk pengembangan Dana Tanahud.
  4. Pengelola wajib memberikan pinjaman (qardh) apabila terjadi kekurangan Dana Tanahud.
Kelima
:
Ketentuan terkait Pengelolaan Dana Tanahud
  1. Pengelola dapat memperoleh hasil investasi Dana Tanahudberupa:
    1. bagi hasil berdasarkan Akad Mudharabah, atau Akad Mudharabah Musytarakah; atau
    2. ujrah (fee) berdasarkan Akad Wakalah bil Ujrah.
  2. Pendapatan dari hasil investasi Dana-Tanahud setelah dikurangi bagi hasil atau ujrah Pengelola, menjadi hak Peserta-Kolektif dan dibukukan dalam akun Dana-Tanahud;
  3. Pengelola wajib melakukan pembukuan Dana-Tanahud secara terpisah dari dana lainnya.
Keenam
:
Ketentuan terkait Pengembalian Dana Tanahud
Dalam hal Peserta-Kolektif menyepakati adanya Pengembalian Dana- Tanahud sebelum masa perjanjian berakhir, atau pembayaran Manfaat Anuitas berakhir, maka Pengelola boleh membayarkan pengembalian Dana-Tanahud sesuai dengan Perjanjian Anuitas Syariah.
Ketujuh
:
Ketentuan Penutup
  1. Apabila terjadi perselisihan di antara para pihak dalam penyelenggaraan Anuitas Syariah untuk Program Pensiun, dilakukan penyelesaian perselisihan sesuai Prinsip Syariah melalui musyawarah, mediasi, arbitrase, atau pengadilan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan akan diubah serta disempurnakan sebagaimana mestinya jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan.

Ditetapkan di
:
Jakarta
Tanggal
:
10 Rabi’ al-Awwal 1437 H


22 Desember 2015 M
DEWAN SYARI'AH NASIONAL
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua
DR. KH. Ma'ruf Amin

Sekretaris
Dr. H. Anwar Abbas, M.M., M.Ag.

Untuk dana pensiun Komunitas bisa klik http://www.takafuljakarta.com/2015/10/takafulink-salam-komunitas-untuk.html

Untuk persiapan pensiun dini pribadi klik http://www.takafuljakarta.com/2015/10/proteksi-dan-investasi-syariah.html